Bab 7 Evolusi

Asal Usul Kehidupan

Teori Abiogenesis

Teori yang dikemukakan Aristoteles ini menyatakan bahwa makhluk hidup tercipta dari benda tak hidup yang berlangsung secara spontan (generatio spontanea). Misalnya cacing dari tanah, ikan dari lumpur, dan sebagainya. Teori ini dianut oleh banyak orang selama beberapa abad.

Aristoteles (384-322 SM), adalah seorang filsuf dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Sebenarnya dia mengetahui bahwa telur-telur ikan yang menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.

Menurut penganut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja secara spontan. Itu sebabnya, teori abiogenesis ini disebut juga generation spontanea. Bila pengertian abiogenesis dan generation spontanea digabung, maka konsepnya menjadi: makhluk hidup yang pertama kali di bumi berasal dari benda mati / tak hidup yang terjadinya secara spontan (sebenarnya ini adalah dua teori yang berbeda, tetapi orang sudah kadung salah kaprah).
Paham abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu semenjak zaman Yunani Kuno (ratusan tahun sebelum Masehi) hingga pertengahan abad ke-17, dimana Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati makhluk-makhluk aneh yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka tentang abiogenesis. Hasil pengamatan Anthoni ditulisnya dalam sebuah catatan ilmiah yang diberi judul "Living in a drop of water".

Teori Biogenesis

Teori ini bertentangan dengan teori abiogenesis, karena menganggap bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup yang sudah ada sebelumnya. Tiga tokoh terkenal pendukung teori ini adalah Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani, dan Louis Pasteur.

1. Francesco Redi


Redi merupakan orang pertama yang melakukan eksperimen untuk membantah teori abiogenesis. Dia melakukan percobaan dengan menggunakan bahan daging segar yang ditempatkan dalam labu dan diberi perlakuan tertentu.



Labu I : diisi daging segar dan dibiarkan terbuka
Labu II : diisi daging segar dan ditutup dengan kain kasa
Labu III : diisi daging segar dan ditutup rapat

Ketiga labu diletakkan di tempat yang sama selama beberapa hari. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Labu I : dagingnya busuk, banyak terdapat belatung
Labu II : dagingnya busuk, terdapat sedikit belatung
Labu III : dagingnya tidak busuk, tidak terdapat belatung

Menurut Redi belatung yang terdapat pada daging berasal dari telur lalat. Labu ke III tidak terdapat belatung karena tertutup rapat sehingga lalat tidak bisa masuk. Sayangnya, meskipun tertutup rapat ternyata pada labu tersebut bisa muncul belatung. Ini disebabkan karena Redi tidak melakukan sterilisasi daging pada disain percobaannya.

2. Lazzaro Spallanzani


Spallanzani juga melakukan percobaan untuk membantah teori abiogenesis, tetapi menggunakan bahan kaldu. Disainnya sebagai berikut:



Labu I : diisi kaldu lalu dipanaskan dan dibiarkan terbuka
Labu II : diisi kaldu, lalu ditutup dengan gabus yang disegel dengan lilin, kemudian dipanaskan

Setelah dingin kedua labu diletakkan di tempat yang sama. Beberapa hari kemudian hasilnya sebagai berikut.

Labu I : berubah busuk dan keruh, banyak mengandung mikroba (bakteri)
Labu II : tetap jernih, tidak mengandung mikroba

Menurut Spallanzani mikroba yang tumbuh dan menyebabkan busuknya kaldu berasal dari mikroba yang beraada di udara. Pendukung paham abiogenesis keberatan dengan disain Spallanzani karena menurut anggapan mereka, labu yang tertutup menyebabkan gaya hidup (elan vital) dari udara tidak dapat masuk, sehingga tidak memungkinkan munculnya makhluk hidup (mikroba).

3. Louise Pasteur
Pasteur menyempurnakan percobaan Redi dan Spallanzani. Ia menggunakan kaldu dalam labu yang disumbat dengan gabus. Selanjutnya gabus tersebut ditembus dengan pipa berbentuk leher angsa (huruf S), kemudian dipanaskan. Setelah dingin dibiarkan beberapa hari kemudian diamati. Ternyata air kaldu tetap jernih dan tidak ditemukan mikroba.

 Desain pipa yang berbentuk leher angsa tersebut memungkinkan masuknya gaya hidup dari udara, tetapi ternyata tidak didapati makhluk hidup dalam kaldu. Menurut Pasteur, mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu berasal dari udara. Mereka tidak bisa masuk karena terhambat oleh bentuk pipa. Hal ini bisa dibuktikan bila labu dimiringkan sedemikian rupa sehingga kaldu mengalir melalui pipa dan menyentuh ujung pipa, ternyata beberapa hari kemudian menyebabkan busuknya kaldu.







 
Dengan demikian Pasteur telah membuktikan bahwa teori biogenesislah yang benar. Muncullah ungkapan :

a. "omne vivum ex ovo" : makhluk hidup berasal dari telur 
b. "omne ovum ex vivo" : telur berasal dari makhluk hidup
c."omne vivum ex vivo" : makhluk hidup berasal dari makhluk hidup

Teori Abiogenesis Modern 

Evolusi Kimia  

Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.



 Stanley Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai "halilintar" agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi abiotik.

Yang menjadi masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana.

Tahapan Evolusi Kimia
Tahapan yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan senyawa kimia organik sederhana dari zat-zat anorganik dengan bantuan energi kosmis di atmosfer purba.

H2O + H­2 + NH3+ + HCN     menjadi   uera, formaldehid, asetat, dan sebagainya

2. Pembentukan senyawa kimia yang lebih kompleks: urea, formaldehid, asetat, dan sebagainya asam amino, glukosa, asam lemak, nukleotida.
3. Pembentukan senyawa kompleks dengan cara polimerasi senyawa monomer organik:
·         asam amino  polimer protein
·         glukosa  polimer amilum, selulosa
·         asam lemak + gliserol  lemak
·         nukleotida  RNA
4. Beberapa molekul sederhana dan molekul polimer berinteraksi menjadi agregat seluler. Beberapa molekul berfungsi secara structural dan menjadi substrat reaksi untuk menghasilkan energi bagi reaksi-reaksi sintesis.
5. Beberapa molekul (nukleotida) mengalami polimerasi menjadi RNA yang mampu bertindak sebagai enzim untuk sintesis, sekaligus mengarahkan jalannya reaksi-reaksi dalam kompartemen (koaservat atau protobion).
6.  RNA menjadi cukup stabil untuk bertindak sebagai molekul pembawa informasi genetis.
7. Reaksi-reaksi kimia agregat cikal bakal seluler tersebut tersekat atau terjebak dalam sekat hidrofobik (lemak) dan ini menjadi cikal bakal sel.

Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.

Skema alat percobaan Miller


Evolusi Biologi

Alexander Oparin 

mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi yang menghasilkan senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet. Senyawa organik tersebut merupakan "soppurba" tempat kehidupan dapat muncul. Senyawa organik akhirnya akan membentuk timbunan gumpalan (Koaservat). Timbunan gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai "selaput sel primitif" yang memberi stabilitas pada koaservat.

 Meskipun begitu Oparin tetap berpendapat amatlah sulit untuk nantinya koaservat yang sudah terbungkus dengan selaput sel primitif tadi akan dapat menghasilkan "organisme heterotrofik" yang dapat mereplikasikan dirinya dan mengambil nutrisi dari "sop purba" yang kaya akan bahan-bahan organik dan menjelaskan mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai benda tak hidup ke benda hidup.
Teori evolusi kimia telah teruji melalui eksperimen di laboratoriurn, sedang teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara eksperimental. Walaupun yang dikemukakan dalam teori itu benar, tetap saja belum dapat menjelaskan tentang dari mana dan dengan cara bagaimana kehidupan itu muncul, karena kehidupan tidak sekadar menyangkut kemampuan replikasi diri sel. Kehidupan lebih dari itu tidak hanya kehidupan biologis, tetapi juga kehidupan rohani yang meliputi moral, etika, estetika dan inteligensia.
  
Mikrosfir 
Mikrosfir merupakan protobion yang terbentuk dengan sendirinya menjadi tets-tetes kecil saat didinginkan. Mikrosfir tersusun dari beberapa proteinoid. Mikrosfir dikelilingi membrane dua lapis dan akan mengalami pembengkakan atau penciutan osmotik saat ditempatkan dalam larutan garam dengan konsentrasi yang berbeda. 

Liposom
Liposom merupakan protobion yang langsung terbentuk dengan sendirinya menjadi tetes-tetes kecil apabila komposisi organiknya mengandung lipid tertentu. Lipid tersebut terorganisasi menjadi dua lapisan molekul pada permukaan tetes tersebut, seperti halnya dua lapis membran lipid pada membran plasma sel.

Asal-Usul Sel Prokariotik

Protobion dianggap sebagai bahan dasar pembentuk sel purba (progenot). Progenot merupakan cikal bakal universal semmua jenis sel yang ada sekarang. Progenot berkembang menjadi kelompok sel prokariotik purba, seperti:

1.   Archaebacteria. 

Archaebacteria merupakan bakteri yang beradaptasi terhadap suhu sekitar 100C, kadar garam tinggi,atau kadar asam tinggi. Bersifat anaerob, memiliki dinding sel yang tersusun dari berbagai jenis protein, memiliki pigmen fotosintetik berupa bakteriorodopsin, dan mampu menghasilkan ATP sendiri.

2.  Eubacteria. 

Eubacteria merupakan bakteri yang hidup pada kondisi lingkungan yang tidak seekstrim kondisi tempat hidup Archaebacteria. Ada yang bersifat anaerob dan aerob, memiliki dinding sel yang tersusun dari peptidoglikan, memiliki pigmen fotosintetik berupa bekterioklorofil, DNA mampu menghasilkan ATP secara lebih efisien karena sistem transport elektronnya lebih berkembang.
Sel prokariotik merupakan sel yang memiliki struktur lebih sederhana dibandingkan dengan sel eukariotik. Oleh karena itu, para ahli menduga bahwa makhluk hidup yang pertama kali muncul merupakan prokariot.
Bagaimana proses munculnya bakteri atau Cyanobacteria tersebut? Seperti kita ketahui, kehidupan tidak muncul secara spontan dari materi yang tidak hidup dan tidak berwujud seperti yang ada sekarang ini. Namun, kondisi bumi sekarang sangat berbeda dengan kondisi bumi saat baru berusia satu juta tahun. Kondisi atmosfernya berbeda (misalnya kondisi oksigen yang minimal), banyak petir, aktivitas gunung berapi, hantaman-hantaman meteor, serta raidasi UV sangat tinggi dibandingkan dengan keadaan bumi saat ini. Oleh karenanya, lingkungan pada kondisi dulu memungkinkan bermulanya kehidupan ini. Namun, masih banyak perdebatan mengenai asal-usul kehidupan di bumi.